PEMUDA DAN PEMILU 2024
Penulis
Gili Argenti, Bidang Hikmah Dan Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Karawang, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (UNPAD).
Pemilu 2024 memiliki posisi sangat strategis untuk memperkuat konsolidasi demokrasi, terlebih berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) di tahun 2020 indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, skor Indonesia (6,30) tertinggal dari dua negara tetangga, yaitu Malaysia (7,19) dan Timor Leste (7,06). Indonesia menempati urutan Ke-64 pada ranking global. Meskipun kemudian indeks demokrasi Indonesia tahun 2021 mengalami kenaikan, berdasarkan data terbaru dari The Economist Intelligence Unit (EIU), dirilis Februari 2022, skor rata-rata indeks demokrasi Indonesia mencapai 6,71. Skor ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020. Dengan nilai tersebut peringkat Indonesia naik dari 64 menjadi 52. Tetapi meskipun terjadi perbaikian indeks skor demokrasi, ternyata masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat).
Indeks demokrasi ditentukan lima variabel, yaitu : Pertama, penyelenggaraan pemilu. Kedua, pluralisme. Ketiga, fungsi pemerintahan. Empat, partisipasi politik. Kelima, budaya politik dan kebebasan sipil. Salah satu penyebab turunnya indeks demokrasi sebuah negara terletak pada kebebasan sipil dan kultur politik, terutama menguatnya intoleransi dan politik identitas, menjadi keniscayaan bagi semua komponen bangsa untuk berusaha menciptakan tradisi berkontestasi politik secara subtansi, berintegritas moral, dan berkomitmen kebangsaan di Pemilu 2024.
Masuknya pemilu serta partisipasi politik sebagai variabel penentu tinggi rendahnya indeks demokrasi, menjadi pekerjaan rumah kita bersama, bagaimana menciptakan pemilu tidak sebatas mekanisme prosedural lima tahunan pergantian elit, tetapi mampu menjadikan masyarakat cerdas secara politik, sehingga dapat mengkritisi program serta rekam jejak partai dan kandidat, sebagai pertimbangan utama ketika masyarakat menentukan pilihan di bilik suara.
Bila dihitung dari kejatuhan pemerintahan Orde Baru, pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi pemilu ke enam di era reformasi (1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019), artinya kalau kita meminjam tesis dari Samuel P. Huntington (1991) mengenai demokratisasi, seharusnya Indonesia sudah masuk ke fase demokrasi terkonsolidasi, sebab Huntington mensyaratkan dua kali (the two turnover test) penyelenggaraan pemilu demokrastis dan damai, maka negara yang lepas dari sistem otoriter-totaliter, otomatis mengakhiri masa transisi dari rezim sebelumnya menjadi negara demokrasi baru atau mencapai kemapanan sistem politik demokrasi.
Sistem politik mengalami konsolidasi demokrasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu Menguatnya kekuatan politik masyarakat sipil (civil society), artinya terbuka ruang bagi masyarakat melakukan partisipasi politik secara terbuka. Bentuk partisipasi politik tentunya beragam, dari menyalurkan hak politik secara mandiri, melakukan kontrol terhadap jalannya kekuasaan, dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kemudian terciptanya mekanisme politik lebih transparan, berkeadilan, dan demokratis. Proses pembuatan kebijakan dari institusi pemerintah bisa diakses masyarakat, sehingga terbuka ruang untuk mengakomodasi aspirasi, tentunya dengan menyerap aspirasi publik akuntabilitas pemerintah lebih terjamin. Serta memperbanyak aktor politik baru yang memiliki karakter bersih, anti korupsi, berintegritas, serta peduli melalui mekanisme pemilu.
Sistem demokrasi menjadikan pemilu sebagai mekanisme melakukan regenerasi kepempimpinan politik, pemilu juga bisa digunakan masyarakat untuk melakukan reward and punishment, mempertahankan wakil rakyat telah menjalankan mandat politik secara baik, atau menggantinya dengan aktor politik lain, dinilai mampu mengemban amanat baru dari para pemilih.
Pemilu menjadi indikator negara mengklaim diri sebagai negara demokrasi, syaratnya pesta demokrasi itu dilaksanakan secara jujur, adil, dan transparan. Terdapat beberapa tujuan dari pelaksanaan pemilu. Pertama, pendidikan politik bagi masyarakat, lewat pemilu masyarakat diajak berpikir kritis, menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan rasional dengan melihat visi misi, program politik, dan rekam jejak kandidat. Kedua, menjamin sirkulasi elit secara berkala, pemilu menjadi ajang suksesi kepemimpinan politik bersifat periodik, setiap warga negara memiliki hak politik setara baik dipilih atau memilih. Ketiga, melatih kepekaan elit atas berbagai permasalahan ditengah masyarakat, setiap program politik ditawarkan merupakan solusi dari berbagai problem sosial tersebut. Keempat, meningkatkan kedewasaan berpolitik bagi masyarakat, mereka menjadi pemilih di didik terbiasa untuk berbeda pilihan politik, sedangkan bagi politisi membangun kejujuran ketika berkontestasi politik, memenangkan pertarungan elektoral betul-betul berbasiskan kepercayaan publik, bukan menjadi penguasa atau wakil rakyat melalui politik uang.
Definisi pemuda sendiri dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 adalah warga negara Indonesia (WNI) yang memasuki periode pertumbuhan berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pemuda dalam rentang usia 16-30 tahun sebanyak 64, 92 juta atau sebesar 24% di tahun 2021, angka statistik ini menunjukan jumlah populasinya lumayan besar, dengan jumlah tersebut pemuda memiliki posisi strategis dalam Pemilu 2024 terutama dalam menciptakan atmosfer kontestasi yang demokratis.
Terdapat tiga partisipasi politik dapat dilakukan pemuda di Pemilu 2024. Pertama, terlibat kontestasi politik secara langsung menjadi calon anggota legislatif dari pusat sampai daerah. Kedua, menjadi bagian dari kekuatan civil society melakukan pengawasan Pemilu 2024. Ketiga, menjadi penyelenggara Pemilu 2024.
Urgensi keterlibatan pemuda dalam politik sangat penting, terlebih berdasarkan data terbaru, jumlah generasi Z (9-24 tahun) dan generasi milenial (25-40 tahun) secara populasi sekitar 53% dari keseluruhan penduduk Indonesia, sementara anggota DPR RI periode 2019-2024 hanya berjumlah 10% memiliki umur dibawah 40 tahun, dengan persentase tersebut dapat dikatakan keterwakilan generasi muda belum optimal (www. makassar.antaranews.com).
Keterlibatan pemuda dalam politik praktis tentunya tidak semata-mata untuk meraih kekuasaan politik, menurut M. Umar Syadat Hasibuan dalam buku Revolusi Politik Kaum Muda (2008) keterlibatan pemuda dalam dunia politik umumnya terseret arus kepentingan jangka pendek, padahal terjun dalam politik praktis harus disertai visi kepeloporan jangka panjang. Terdapat dua strategi dapat digunakan dalam membangun kepeloporan politik pemuda di bidang politik.
Pertama, societas corporatism pola pengorganisasian kaum muda berbasis pada pemberdayaan civil society, economic society, dan professional community. Peran pemuda dalam strategi ini menjadi kekuatan pelopor mendorong perubahan di komunitasnya masing-masing baik bergerak bidang NGO, ekonomi-bisnis, dan profesional. Ketika mereka berhasil melakukan perubahan, artinya kapasitas mereka sudah teruji dalam hal transformasi sosial, salah satu syarat menjadi elit harus peka terhadap lingkungan sekitarnya, serta mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Kedua, state corporatism pola pengorganisasian berbasis penguatan kembali negara bangsa, maksudnya pemuda menjadi kekuatan pelopor mendukung agenda-agenda politik kebangsaan bersifat moderat, terbuka, dan plural. Para pemuda bisa mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari, dibuktikan kemampuan membangun komunikasi, kerjasama, dan kolaborasi dengan semua komponen bangsa, tanpa melihat perbedaan bersifat primordial. Keberhasilan membangun jejaring sosial ini membuktikan kepada publik, para pemuda sudah siap memimpin bangsa dengan menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan kelompok dan golongannya.
Ketika strategi ini bisa dimaksimalkan diharapkan mampu melahirkan politisi-politisi muda memiliki karakter nasionalis, patriotik, dan mandiri. Saat mereka menjadi anggota parlemen atau wakil rakyat, bisa memberikan kontribusi besar untuk memperkuat konsolidasi demokrasi, membawa sistem politik ke arah subtansi dengan menciptakan praksis politik trasparan, adil, dan demokratis.
Partisipasi pemuda berikutnya melibatkan diri dalam kekuatan civil society melakukan pengawasan atas jalannya Pemilu 2024. Kegiatan pengawasan ini tentu sama pentingnya dengan peran pemuda yang terjun ke dalam politik praktis.
Aktifitas pengawasan bisa dilakukan menjadi garda terdepan dalam ekosistem digital, melakukan aktifitas meminimalisir konten-konten politik negatif bernada kebencian terhadap kelompok lain. Dengan menginisiasi ruang politik digital dengan konten politik lebih mendidik secara kritis kepada pemilih, selain itu pemuda bisa ikut serta mengawasi proses pemilu di TPS, dengan mencatat kecurangan bila terjadi, kemudian melaporkannya kepada BAWASLU.
Partisipasi pemuda ketiga adalah turut terlibat menjadi penyelenggara Pemilu 2024, bisa menjadi Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Peran pemuda menjadi penyelenggara pemilu tentu memiliki peran strategis, karena penyelenggara pemilu sangat sentral perannya, menjadi panitia penyelenggara artinya entitas insan di dalamnya dituntut netralitas, mandiri, adil, dan bertanggungjawab. Para pemuda diharapkan mampu mengisi posisi tersebut, mengingat pemuda biasanya tidak memiliki beban politik serta kepentingan.
Ormas kepemudaan menjadi salah satu unsur dari kekuatan civil society tentu memiliki kepentingan besar menjaga Pemilu 2024, agar menjadi pesta demokrasi berkualitas, terbebas dari bentuk kecurangan serta manipulasi, sehingga siapapun pemenangnya kelak betul-betul mendapatkan mandat dari rakyat melalui kontestasi secara bersih, melalui persaingan sehat berbasis pada kinerja dan program politik.
Maka dari itu melalui Dakwah Kebangsaan, Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Karawang berkomitmen menjadikan Pemilu 2024, sebagai sarana berkontribusi mencerahkan peradaban politik bangsa Indonesia ke depan. Dalam merealisaikan komitmen itu Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Karawang, mendukung kader pemudanya turut aktif berkontribusi dalam pesta demokrasi ke enam ini, dengan memberikan izin sebagai penyelenggara Pemilu 2024, menjadi Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK), tentunya keterlibatan mereka, sebagai panggilan jiwa kader dakwah kebangsaan turut aktif memberikan sumbangsih tenaga serta pikiran bagi masa depan demokrasi di Indonesia.
Partisipasi pemuda dalam pelaksanaan Pemilu 2024 itu memiliki dampak signifikan, sebagai ikhtiar mengisi proses demokratisasi di Indonesia, agar menjadi sistem politik semakin terkonsolidasi demokrasi dengan baik, serta melahirkan kultur politik beradab, beretika, dan berintegritas tinggi kepada spirit kebangsaan. Semoga bisa hal ini menjadi salah satu ikhtiar memberikan sumbangsih nyata bagi kemajuan demokrasi di Indonesia, agar praksis berdemokrasi kita tidak saja prosedur lima tahunan semata, tetapi seutuhnya membawa subtansi berpolitik ke arah kehidupan lebih baik.
Post a Comment