Official Website Pemuda Muhammadiyah Karawang

KESADARAN POLITIK, CIVIL SOCIETY, DAN MORALITAS POLITIK


Oleh : Gilli Argenti, S.IP., M.Si (Wakil Ketua Bid. Hikmah Pemuda Muhammadiyah Karawang)


Politik menurut filsuf Yunani Aristoteles (384 SM – 322 SM) suatu usaha mencapai masyarakat terbaik (Budiarjo, 2008). Artinya politik bagian dari ikhtiar umat manusia dalam menata kehidupan menuju tatatan sosial lebih sejahtera, setara, adil, dan makmur.


Dari definisi Aristoteles itu seharusnya persepsi masyarakat mengenai politik bermakna positif, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, era kontemporer politik memiliki stigma kurang baik di benak publik, politik dimaknai bentuk perilaku korup, licik, dan culas. Tentu buruknya pemaknaan politik dari masyarakat tidak muncul secara tiba-tiba, masyarakat melihatnya dari banyak faktor, satu diantaranya melihat perilaku elit penguasa menggunakan politik semata-mata sebagai alat memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya.


Terlebih Niccolo Machiavelli (1469-1527) dalam karya legendarinya IL Principle (Sang Penguasa), menjelaskan praksis politik sebatas perebutan kekuasaan bersifat duniawi penuh intrik, kejam, dan ambisi. Bahkan dalam bukunya itu Machiavelli melegalisasi penghilangan nyawa manusia atas nama kekuasaan politik, narasi dari Machiavelli ini menjadikan stigma politik semakin buruk di mata masyarakat.


Padahal sejatinya politik alat manusia mencapai tujuan mulia dan suci, melalui perjuangan politik sebuah bangsa terjajah mampu membebaskan diri dari kungkungan imperialisme-kolonialisme. Perjuangan pergerakan nasional Abad Ke-20 di Indonesia menjadi bukti historis, bahwa kesadaran politik tentang berdirinya sebuah negara (state) menjadi penggerak utama berbagai perlawanan atas penjajahan.


Kesadaran politik juga melahirkan strategi perjuangan baru dari gerakan perlawanan fisik bersifat sporadis, bertransformasi menjadi gerakan perlawanan bercorak nasional menggunakan organisasi modern sebagai media perjuangan.


Kelahiran Sarekat Dagang Islam (1905), Budi Utomo (1908), Perhimpunan Indonesia (1908), Indische Partij (1912), Muhammadiyah (1912), Taman Siswa (1922), Nahdatul Ulama (1926), Partai Nasional Indonesia (1927) serta organisasi lain, merupakan bentuk implementasi dari kesadaran politik tentang pentingnya eksistensi berdirinya negara dan kemandirian bangsa. 


CIVIL SOCIETY

Tulisan ini memiliki tujuan memantik pembaca menumbuhkan kesadaran politik, tentunya kesadaran politik bukan pada ranah perebutan kekuasaan atau politik praktis, sebab hal itu domain dari partai politik, kita membicarakan kesadaran politik berdimensi gerakan moral sebagai kekuatan civil society atau masyarakat sipil. Civil society menurut Hikam (1997) merupakan perkumpulan atau organisasi diluar struktur negara yang memiliki kekuatan mempengaruhi kebijakan pemerintah, perkumpulan civil society bersifat terorganisir bercirikan kesukarelaan dan kemandirian.


Kenapa civil society harus memiliki kemandirian? Jawaban dari Ernest Gellner dalam bukunya Condition of Liberty : Civil Society and Its Rivals (1996), agar masyarakat sipil cukup kuat dalam mengimbangi negara, mengimbangi maksudnya, kelompok masyarakat sipil memiliki kemampuan menghalangi atau membendung negara dominan.


Kekuatan civil society seharusnya tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis, tidak mendukung partai politik atau terlibat proses kandidasi dikalangan elit (Diamond, 1994). Jadi fokus kerja dari civil society melakukan pemberdayaan, pembelaan, dan pendidikan politik kepada masyarakat. Agar masyarakat memiliki kesadaran mengenai hak-hak politik yang tidak boleh dirampas insitusi negara atau korporasi swasta.


Tujuan utama civil society sendiri membentuk masyarakat yang mandiri secara politik, sosial, dan ekonomi. Dimana di dalamnya masyarakat menciptakan ruang kreativitas dalam mengatur serta memobilisasi diri mereka secara mandiri (Haris, 1997). Fungsi utama civil society dalam melakukan   penyadaran politik kepada masyarakat, yaitu (1) membentuk perkumpulan sebagai wadah masyarakat membicarakan berbagai isu politik berkembang disekitarnya, (2) membentuk jaringan antar organisasi sebagai media tukar menukar informasi, (3) mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan melakukan kritik disertai mengajukan alternatif kebijakan.


Penyadaran politik kepada masyarakat memiliki kedudukan penting, sebab demokrasi membuka ruang keterlibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan pemerintah, baik di level pusat sampai level daerah. Terlebih kebijakan pemerintah bersifat mengikat semua warga negara, serta memiliki dampak mempengaruhi kehidupan warga masyarakat kedepan. Maka menjadi keniscayaan bagi masyarakat turut serta dalam proses diskursus politik, misalnya ketika draf rancangan peraturan dibahas pemerintah (eksekutif) dan wakil rakyat (legislatif) masyarakat sipil wajib turut serta. Tidak boleh ruang diskursus dihilangkan demi alasan menekan kegaduhan agar stabilitas ekonomi pembangunan tetap terjaga. Sebab sistem demokrasi menghalalkan perdebatan dialektis antara masyarakat dan negara, tentu perdebatan berkualitas tidak pernah terjadi, kalau masyarakat tidak memiliki kesadaran serta kepekaan politik yang tinggi.


PARTISIPASI POLITIK DAN MORALITAS 
Samuel P. Huntington (1976) mendefisikan partisipasi politik merupakan kegiatan warga negara dalam mempengaruhi pembuatan keputusan, partisipasi politik bisa bersifat individual atau kolektif, baik secara terorganisir atau bersifat spontan. Di dalam kehidupan berdemokrasi di samping terdapat masyarakat ikut aktif terlibat kegiatan politik, juga terdapat masyarakat memilih apatis atau tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Beberapa faktor menjadi alasan apatis : (1) tidak tertarik politik, (2) kurang memahami masalah, (3) tidak percaya sistem politik bisa memperbaiki keadaan lebih baik.


Pilihan menjadi aktifis atau apatis hak asasi setiap warga negara, kita tidak berhak memaksakan pilihan politiknya. Tetapi sebagai kekuatan civil society kita tidak berhenti sebatas pilihan politik, tugas utama civil society melakukan penyadaran politik, melalui aktifitas pendidikan dan pemberdayaan agar terbangun sikap kritis warga negara, supaya memiliki rasa tanggung jawab dalam menjalankan fitrah sebagai manusia politik, yaitu manusia memiliki potensi melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitarnya.


Politik harus dimanfaatkan masyarakat sebagai media melakukan perubahan sosial ke arah lebih baik, tentu politik yang dimaknai dalam tulisan ini, politik berdimensi gerakan moral civil society, terdapat beberapa dimensi politik sebagai gerakan moral.


Pertama, politik ditafsirkan sebagai sikap moral etis, artinya setiap manusia harus menunjukan sikap perlawanan terhadap fenomena kerusakan ditengah masyarakat, bentuk kerusakan seperti maraknya perilaku korupsi, ketidakadilan sosial, dan penindasan politik.


Kedua, politik harus memiliki dimensi spiritual keagamaan, dengan menjadikan etika keagamaan sebagai basis dari perilaku politik manusia (elit penguasa atau masyarakat).


Ketiga, konsisten mengajak masyarakat menegakan sistem demokrasi berkarakter subtansi, terbuka, dan setara. Tidak terjebak demokrasi bersifat prosedural dan simbolis semata.


Ketiga dimensi politik sebagai gerakan moral mengajak seluruh lapisan masyarakat memaknai demokrasi sebagai entitas terus bergerak dinamis, menuju sistem politik benar-benar berpihak kepada masyarakat secara luas, tidak membedakan status sosial, tetapi betul-betul berkarakter moral mencipta sistem politik lebih humanis. Tentunya setiap kekuatan civil society memiliki tanggungjawab besar untuk mewujudkannya di republik ini. Semoga teralisasi.


*Gilli Argenti

Diberdayakan oleh Blogger.