Official Website Pemuda Muhammadiyah Karawang

Demokrasi Pancasila


Oleh : Gilli Argenti, S.IP., M.Sc. (Kader Muda Muhammadiyah | Dosen FISIP UNSIKA)


Demokrasi berasal dari bahasa Yunani Demos (rakyat) dan Kratos (kekuasaan atau kedaulatan), secara harfiah demokrasi diartikan kekuasaan bertumpu kepada daulat rakyat, bukan daulat pemimpin, bisa juga diartikan kekuasaan sepenuhnya di tangan orang banyak bukan digenggaman seseorang (monarki) atau sekelompok orang (oligarki).


Demokrasi telah mengalami evolusi dalam rentang waktu cukup lama, awalnya demokrasi dipraktekan lima abad sebelum masehi di negara kota Athena (Yunani kuno). Di negara kota tersebut sudah lahir tradisi kebebasan menyampaikan pendapat di forum ecclesia, sebuah forum warga negara merumuskan kebijakan akan diambil penguasa negara kota (city state). Tradisi kebebasan berbicara kemudian hari menjadi fondasi dari konsep demokrasi modern, hampir semua negara mengklaim diri sebagai negara demokrasi saat ini, menjadikan kebebasan berbicara sebagai konstruksi utama dalam sistem politiknya.


Tentunya kita sudah mengenal banyak jenis-jenis demokrasi dari demokrasi langsung, demokrasi perwakilan, demokrasi liberal, demokrasi deliberatif, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap jenis demokrasi tersebut tentunya memiliki karakteristik berbeda-beda, tetapi terdapat satu persamaan diantara mereka, semuanya mengklaim memperjuangkan kepentingan rakyat.


Tulisan ini mencoba menafsirkan konsep demokrasi pancasila, demokrasi yang bersumber dari nilai, tradisi, dan budaya Indonesia. Tentu saja demokrasi pancasila memiliki perbedaan prinsip dengan konsep demokrasi lain. Demokrasi pancasila tidak mengenal spirit individualisme yang menjadi dasar sistem liberalisme, juga tidak mengagungkan komunalisme mutlak, menjadikan sama rasa dan sama rata sebagai tujuan utama. Demokrasi pancasila merupakan cara pandang masyarakat Indonesia yang bersumber dari pengalaman sejarah yang membentuk perilaku, nilai, watak, moral, etika, dan norma.


Nilai Religius

Demokrasi pancasila memiliki karakter religius, sesuai bunyi sila pertama pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Dimensi ketuhanan dalam demokrasi pancasila bersifat determinan, artinya semua praktek berpolitik dari penguasa, anggota legislatif, dan masyarakat harus berlandaskan nilai keagamaan, dimaksud berlandaskan keagamaan, menjadikan subtansi agama seperti keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan menjadi dasar etika kekuasaan ketika politik dijalankan. Kalau semua aktor politik menjadikan nilai subtansi beragama, sebagai rujukan dan tujuan, dipastikan demokrasi akan mendatangkan kebaikan, sebab semua orang menjadikan agama sebagai sandaran hidup ketika beraktifitas politik.


Nilai Kemanusiaan

Demokrasi pancasila tidak boleh membiarkan tercerabutnya kemanusiaan. Negara harus memberikan jaminan tegaknya hak asasi manusia bagi semua warga negara tanpa kecuali, tidak melakukan perbedaan atau segregasi atas suku, ras, etnik, serta agama. Semua mendapat perlakuan sama dan setara. Prinsip ini sesuai bunyi sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.


Konsensus Sosial

Keragaman dimiliki bangsa Indonesia merupakan takdir sejarah, bisa menjadi potensi sekaligus ancaman, kegagalan dalam mengelola kemajemukan akan pemicu kerusakan serta kehancuran. Sila ketiga pancasila Persatuan Indonesia memberikan tuntutan, bahwa persatuan harus dikedepankan, perasaan senasib sepenagungan tiga abad kolonialisme menjadi spirit mempersatukan. Perbedaan pilihan ketika kontestasi elektoral bukan penghalang untuk terus memupuk persaudaraan, sebab berbeda pilihan politik dalam atmosfer demokrasi suatu kewajaran hidup di alam keterbukaan.


Musyawarah Mufakat

Sila keempat berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan merupakan antitesis dari demokrasi mayoritas, bahwa standar menetapkan keputusan politik tidak berdasar suara terbanyak, tetapi melalui proses dialogis menyerap semua aspirasi dari berbagai kelompok di masyarakat, musyawarah harus menjadi jalan ideal ditempuh dalam praktek berdemokrasi. Musyawarah tentunya membutuhkan kesabaran, kedewasaan, dan kecerdasan. Kesabaran mendengarkan pendapat orang lain, kedewasaan menerima pendapat orang lain lebih kuat secara argumentasi dan rasionalitas. Dan, kecerdasan menyampaikan argumentasi ketika diruang publik, serta menyakinkan orang lain, bahwa argumentasi kita miliki didukung rasionalitas.


Demokrasi Berkeadilan

Sila kelima berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia maksudnya sumber kekayaan alam menyangkut harkat hidup orang banyak, harus dikelola oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Hasil kekayaan alam dikelola negara kemudian didistribusikan secara adil kepada masyarakat Indonesia dalam bentuk (1) pelayanan prima dari pemerintah, (2) subsidi bagi masyarakat kurang mampu, (3) masyarakat mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan, (4) terbebas dari kemiskinan.


Demokrasi pancasila secara konseptual merupakan sistem politik ideal, memiliki konsepsi yang dibutuhkan masyarakat, tantangan kedepan bagaimana spirit kelima sila pancasila ini harus seutuhnya menjadi pijakan berdemokrasi di Indonesia. Ia tidak berhenti ditataran konseptual serta wacana tetapi dipraktekan secara nyata oleh partai politik, anggota legislatif, eksekutif, dan masyarakat. 


*Gilli Argenti

Diberdayakan oleh Blogger.